Kamis, 16 Juli 2015

Bocah misterius di bulan ramadhan

Renungan Kisah ini berdasarkan cerita yang beredar di Masyarakat Kampung Ketapang.

Semakin ramai kisah bocah itu menjadi pembicaraan dikampung Ketapang. Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung. Ia menggoda anak-anak sebayanya, menggoda anak-anak remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang tua. Hal ini bagi orang kampung sungguh menyebalkan. Yah, bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat menyala.

Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat diplastik es tersebut. Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa! Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan puasa Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang melihatnya. Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu ada, matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya.

Luqman mendapat laporan dari orang-orang kampong mengenai bocah itu. Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu menyodor-nyodorkan dan memperagakan bagaimana dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan roti isi daging tersebut. Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan. Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.

Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung, belakangan ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara misterius. Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi daging yang sama juga! Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah, tanda ingin meminum es itu juga.

Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma,ya itu tadi,bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar. "Bismillah..." ucap Luqman dengan kembali mencengkeram lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya. Ia berpikir,kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini. Kalau memang bocah itu bocah beneran pun, ia juga akan cari keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu. Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman.

Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan membawanya ke rumah. Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang yang melihatnya. "Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?" tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman, seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang kelakuannya. Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.

"Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa,"jawab Luqman dengan halus, "apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu...!" Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan uneg-unegnya, mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai.

Ia menatap Luqman lebih tajam lagi. "Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya..?!"

"Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa?"

"Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami?"

"Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis?"

"Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal..?!"

"Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus?"

"Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian...!"

Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela. Tiba-tiba suara bocah itu berubah.

Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terpengaruh menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba.

"Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja."

"Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan lah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan Idul Fithri?"

"Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fithri?"

"Tuan.., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula."

"Tuan.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan ramadhan ini. Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami"

"Tuan.., sadarkah Tuan akan ketidak abadian harta? Lalu kenapakah kalian masih saja mendekap harta secara berlebih?"

"Tuan.., sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat? Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat.. Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa?"

"Tuan.., jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi. Tuan, jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan tuk setahun, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak"

Wuahh, entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan. Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar adanya!

Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah ini bukanlah bocah sembarangan.

Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang dibuatnya terbengong-bengong. Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi.

Begitu sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan raya kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu. Di tengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi semuanya menggeleng bingung. Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran didepan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah Luqman! Bocah itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia malah menghilang!

Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia ambil sajadah, sujud dan bersyukur. Meski peristiwa tadi irrasional, tidak masuk akal, tapi ia mau meyakini bagian yang masuk akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang dikatakan bocah misterius tadi. Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan orang yang seharusnya kita ingat.. Yaitu mereka yang tidak berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki penghidupan yang layak.

Bocah tadi juga memberikan Luqman pelajaran bahwa seharusnya mereka yang sedang berada diatas, yang sedang mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan mempertontonkan kemewahan yang berlebihan. Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar.

Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah yang luar biasa. Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya. Sekarang yang ada dipikirannya sekarang , entah mau dipercaya orang atau tidak, ia akan mengabarkan kejadian yang dialaminya bersama bocah itu sekaligus menjelaskan hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua orang yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya orang.

Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang menghendaki bercahayanya hati. Pertemuan itu menjadi pertemuan yang terakhir. Sejak itu Luqman tidak pernah lagi melihatnya, selama-lamanya.

Luqman rindu kalimat-kalimat pedas dan tudingan-tudingan yang memang betul adanya.

Luqman rindu akan kehadiran anak itu agar ada seseorang yang berani menunjuk hidungnya ketika ia salah.

Jumat, 10 Juli 2015

Surat untuk ramadhan

Ramadhan....
Kau datang begitu lama, rasa rindu dengan mu membubung tinggi di hati ini. Tapi di saat kau datang kau pergi begitu cepat, tak terasa tinggal menghitung hari kau meninggalkan kami.
Ramadhan....
Di saat akhir bulan mu banyak kemajuan, mulai dari shaf tarawih yang maju hingga tinggal 2 shaf, sampai kemajuan diskon di mall mall yang membuat banyak orang meninggalkan tarawih. Sangat di sayangkan...
Ramadhan...
Meninggalkan mu belum membuat ku bersedih,  mungkin iman dan taqwa ku belum seperti sahabat sahabat rasulullah saw yang menangis, dan menginginkan kau selalu hadir di setiap waktu, tapi aku melakukan yang terbaik untukmu, bulan yang penuh berkah dan rahmat.
Ramadhan...
Kau bulan yang istimewa,  kau memberikan kasih sayang mu terhadap sesama, banyak yang tertawa karena mereka bisa berkumpul dengan teman teman lama, banyak keluarga sudah lama tidak berkumpul menjadi berbincang di meja makan sambil menunggu adzan maghrib.
Ramadhan...
Lebaran akan segera datang, banyak orang bersiap siap untuk mudik, banyak orang yang menukar duit receh untuk ampau lebaran,  banyak juga yang beriktikaf di mesjid untuk menjaga mata, hati, telinga, berharap mendapatkan malam lailatul qodar, malam seribu bulan...
Ramadhan...
Apakah aku sudah melakukan yang terbaik untuk mu? Semoga allah selalu memberikan cahaya di kegelapan hati ini, karena aku petunjuk untuk selalu berada di jalannya dan semoga kau masih memberikan ku kesempatan untuk bertemu dengan mu di tahun depan,  marhaban ya ramadhan....

Kamis, 02 Juli 2015

Chiken golden blue

"Chiken golden blue terasa hambar ketika di makan tampa saus sambal dan tomat" itulah kata kata yg keluar dari mulut nya.

Sore itu di solaria gajah mada plaza,  kami pesan 2 buah chiken golden blue, lemon tea, lemonade dan sebuah teh manis hangat. Terlihat nikmat ketika di makan saat berbuka puasa,  tapi sayang nya dia lagi ga puasa, jadi dia memakan sepotong demi sepotong kentang goreng yang ada di chiken golden blue tersebut,  membuat gue hampir meneteskan air liur gue, hehehe 😊...

Dari awal pertemuan hingga pukul 17:30 WIB hanya di isi dengan obrolan obrolan yang membosankan, seperti "lo udh pindah kerja ya?" , "gimana naik gunung nya? Asyik ga?",  "eh lo masih tinggal di pasar rumput? ". Harus nya pertanyaan itu di lontarkan oleh orang yang baru 2 atau 3 kali pertemuan,  bukan orang yang sudah kenal hampir 4tahun. Obrolan gue terlihat kaku seperti kain kanebo yang di jemur 4 hari, garing......

Gue sadar gue terlalu bamper ketemu dia, seperti ke rewiend masa masa ketika kami masih asyik ngobrolin orang bareng, ngecengin orang lain,  mendengarkan curhat nya, membuat suasana bukber kami menjadi kikuk. Rezza begoo.....!!!

Gue coba untuk mencairkan suasana yang kurang enak itu dengan mencari tempat yg asyik untuk ngobrol sambil ngopi. Gue pilih taman monas, dan kebetulan katanya dia belum pernah ke monas malam hari. Tapi serperti nya hari itu monas terlihat lebih gelap dari biasanya,  Ketika gue tanya ke abang abang kerak telor ternyata monas di tutup untuk umum hingga lebaran, suasana kikuk di tambah lagi monas yg tutup membuat dia lebih BT, jujur bisa gue lihat dari bola matanya dan sikap nya yang asyik sendiri dengan smartphone nya.

Akhirnya gue mengantarkan dia ke stasiun manggarai dan seperti chiken golden blue tanpa saus, perjalanan kami dari monas hingga manggarai terasa hambar, Di dalam perjalanan pikiran gue kosong beberapa kali hampir menabrak,  hingga dia bilang "mungkin lo lapar, hahaha"
Sesampainya di stasiun manggarai dia menanyakan kenapa dari tadi gue diam saja, dan gue membalas hanya dengan senyum tipis di bibir gue dengan helaan nafas yg berat, perlahan demi perlahan dia menghilang di mata gue menjauh masuk ke stasiun.

Di rumah nyokap melihat muka gue yang penuh dengan Lelah dan rasa galau,  Lalu bertanya dengan rasa penasaran , tp gue memberikan kebohongan demi menutupi rasa gue ini, dan entah kenapa naluri seorang ibu yg begitu tajam hingga dia berkata "za inget di setiap gelap ada cahaya kecil, di setiap rasa sakit ada pembelajaran, maka dari itu kamu pantas bahagia tong" gue hanya senyum lalu menulis tulisan ini...